Halaman

Rabu, 01 Mei 2013

Novel "Waktu Aku sama Mika"


Sudah pernah baca novel yang berjudul “Waktu Aku sama Mika”? Novel ini diangkat jadi film loh.

Novel “Waktu Aku sama Mika” menceritakan tentang cinta antara pria penderita HIV dan gadis penderita Skoliosis
Bagaimana kisah cintanya?  Tidak mudah. Itu adalah harga cinta dan kedewasaan Indi(gadis penderita Skoliosis). Meskipun akhirnya Mika (pria penderita HIV) pergi dan Indi mendapatkan Ray sebagai pengganti Mika. Selalu ada tempat di hati Indi untuk Mika


Indi adalah seorang gadis penderita Skoliosis. Suatu istilah untuk pertumbuhan tulang belakang yang tidak sempurna. Kelainan ini membuat Indi tumbuh menjadi gadis pasif, tidak percaya diri, dan merasa tidak mempunyai kelebihan apa-apa.
Suatu ketika, dengan terpaksa Indi mengikuti orang tuanya. Mereka berkunjung ke rumah Paman Indi di Bandung. Di sana dia menjumpai seorang pemuda aneh. Kurus, badan bertato, berlesung pipit satu, dan selalu tersenyum padanya.
Pembawaan pemuda itu yang riang membuat Indi semakin terbuka terhadapnya. Dan tibalah saat perkenalan itu. Pria itu menyebut namanya: Mika. Tak ada pertanyaan lanjutan. Tak ada basa-basi. Hanya satu hal yang menarik perhatian Indie saat itu. Sandal jepit Mika warnanya beda. Satu hijau satu lagi berwarna kuning.
Mika benar-benar bagai malaikat bagi Indi. Dengan Mika, Indi tak perlu berpura-pura. Tak perlu malu. Saking terpesonanya Indi dengan Mika, dia langsung bilang Ya ketika Mika meminta Indi menjadi pacarnya. Di hari pertama mereka pacaran itu, Mika bilang kalau dia menderita HIV. Indi tak berkomentar apa-apa. Juga tidak menanyakan lebih detil apa itu HIV. Mika sendiri juga tidak pernah menanyakan kenapa dia memakai penyangga punggung. Kenapa dia harus punya hak bertanya.
Mika mengubah Indi perlahan-lahan. Dari gadis pemalu menjadi gadis yang berani. Bahkan kakak kelasnya yang melarang Indie untuk menggunakan toliet karena dia takut tertular HIV ia lawan. Bahkan omongan Gerry yang menjelek-jelekan Mika ia bantah.
Malam itu. Indi sedang menemani Mika menonton Home Alone 2. Indi bahagia melihat Mika bernyanyi kecil sambil sesekali tertawa melihat tokoh di film ketika membuat kekacauan. Tetapi semakin lama suara Mika semakin hilang. Indie merasa aneh. Dia lantas menatap Mika. Barulah ia sadar, Mika sudah pergi untuk selama-lamanya, tepat tiga puluh menit sebelum film berakhir. Indi melanjutkan melihat film dengan mata kosong sampai film berakhir. Mama Mika sendiri yang memergoki kematian Mika, sementara Indi hanya diam tanpa meneteskan air mata di pojok ruangan.
Novel  dengan kemasan unik ini semula tidak menarik perhatian saya sewaktu di toko buku. Tipisnya halaman, desain seperti buku notes model loose leafs, serta penyajian halaman seperti buku tulis dengan bentuk font semacam huruf latin membuat saya tak meliriknya. Tetapi setelah saya membacanya  cara dia menyusun kata-kata, sangat jelas menggambarkan keadaan hati yang realistis. Saya tidak tahu, ini kisah nyata atau tidak, tetapi saya merasa setiap kata-katanya sangat bernyawa.
Plot cerita tidak jelas. Mungkin karena tulisan ini pada dasarnya adalah diary seseorang, bukan sebuah novel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar