Sudah pernah baca novel yang berjudul “Waktu
Aku sama Mika”? Novel ini diangkat jadi film loh.
Novel “Waktu Aku sama Mika”
menceritakan tentang cinta antara pria penderita HIV dan gadis penderita
Skoliosis
Bagaimana kisah cintanya? Tidak mudah. Itu adalah harga cinta dan
kedewasaan Indi(gadis penderita Skoliosis). Meskipun akhirnya Mika (pria
penderita HIV) pergi dan Indi mendapatkan Ray sebagai pengganti Mika. Selalu
ada tempat di hati Indi untuk Mika
Indi adalah seorang gadis penderita
Skoliosis. Suatu istilah untuk pertumbuhan tulang belakang yang tidak sempurna.
Kelainan ini membuat Indi tumbuh menjadi gadis pasif, tidak percaya diri, dan
merasa tidak mempunyai kelebihan apa-apa.
Suatu ketika, dengan terpaksa Indi
mengikuti orang tuanya. Mereka berkunjung ke rumah Paman Indi di Bandung. Di
sana dia menjumpai seorang pemuda aneh. Kurus, badan bertato, berlesung pipit
satu, dan selalu tersenyum padanya.
Pembawaan pemuda itu yang riang membuat
Indi semakin terbuka terhadapnya. Dan tibalah saat perkenalan itu. Pria itu
menyebut namanya: Mika. Tak ada pertanyaan lanjutan. Tak ada basa-basi. Hanya
satu hal yang menarik perhatian Indie saat itu. Sandal jepit Mika warnanya
beda. Satu hijau satu lagi berwarna kuning.
Mika benar-benar bagai malaikat bagi
Indi. Dengan Mika, Indi tak perlu berpura-pura. Tak perlu malu. Saking
terpesonanya Indi dengan Mika, dia langsung bilang Ya ketika Mika meminta Indi
menjadi pacarnya. Di hari pertama mereka pacaran itu, Mika bilang kalau dia
menderita HIV. Indi tak berkomentar apa-apa. Juga tidak menanyakan lebih detil
apa itu HIV. Mika sendiri juga tidak pernah menanyakan kenapa dia memakai
penyangga punggung. Kenapa dia harus punya hak bertanya.
Mika mengubah Indi perlahan-lahan. Dari
gadis pemalu menjadi gadis yang berani. Bahkan kakak kelasnya yang melarang
Indie untuk menggunakan toliet karena dia takut tertular HIV ia lawan. Bahkan
omongan Gerry yang menjelek-jelekan Mika ia bantah.
Malam itu. Indi sedang menemani Mika
menonton Home Alone 2. Indi bahagia melihat Mika bernyanyi kecil sambil
sesekali tertawa melihat tokoh di film ketika membuat kekacauan. Tetapi semakin
lama suara Mika semakin hilang. Indie merasa aneh. Dia lantas menatap Mika.
Barulah ia sadar, Mika sudah pergi untuk selama-lamanya, tepat tiga puluh menit
sebelum film berakhir. Indi melanjutkan melihat film dengan mata kosong sampai
film berakhir. Mama Mika sendiri yang memergoki kematian Mika, sementara Indi
hanya diam tanpa meneteskan air mata di pojok ruangan.
Novel dengan kemasan unik ini semula tidak menarik
perhatian saya sewaktu di toko buku. Tipisnya halaman, desain seperti buku
notes model loose leafs, serta penyajian halaman seperti buku tulis
dengan bentuk font semacam huruf latin membuat saya tak meliriknya. Tetapi
setelah saya membacanya cara dia menyusun
kata-kata, sangat jelas menggambarkan keadaan hati yang realistis. Saya tidak
tahu, ini kisah nyata atau tidak, tetapi saya merasa setiap kata-katanya sangat
bernyawa.
Plot cerita tidak jelas. Mungkin karena
tulisan ini pada dasarnya adalah diary seseorang, bukan sebuah novel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar