Halaman

Rabu, 18 Maret 2015

Riview Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)

Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Pengertian dalam undang-undang
Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.


Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang.
1.      Pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik mengacu pada beberapa instrumen internasional, seperti UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL Model Law on eSignature. Bagian ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat umumnya guna mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi elektronik. Beberapa materi yang diatur, antara lain:
Ø  Pasal 5 & Pasal 6 UU ITE : Pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah.
Ø  Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE  : Tanda tangan elektronik.
Ø  Pasal 13 & Pasal 14 UU ITE : Penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority.
Ø  Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE : Penyelenggaraan sistem elektronik

Beberapa materi perbuatan yang dilarang (cybercrimes) yang diatur dalam UU ITE, antara lain:
Ø  Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 UU ITE : konten ilegal, yang terdiri dari, antara lain: kesusilaan, perjudian, penghinaan/pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan.
Ø  Pasal 30 : Akses ilegal.
Ø  Pasal 31 : Intersepsi ilegal.
Ø  Pasal 32 UU ITE : Gangguan terhadap data (data interference.
Ø  System interference, Pasal 33 UU ITE : Gangguan terhadap sistem.
Ø  Misuse of device, Pasal 34 UU ITE : Penyalahgunaan alat dan perangkat.

Penyusunan materi UUITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di ITB yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan tim UI menamai naskah akademisnya dengan RUU Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik.
Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh tim yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono), sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar